B A B I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Gerakan pembaharuan merupakan suatu perkumpulan terstruktur yang mempunyai misi sebagai pembenahan pemahaman, kepercayaan ataupun agama untuk menjadikan ke depan lebih baik. Gerakan tersebut sangat berarti eksistensinya, terutama dalam memperjuangkan dan menyempurnakan agama. Agama islam misalnya, membutuhkan gerakan tersebut tidak lain supaya keberadaannya tetap ada dan tidak terhapus dari alam (hilang / musnah).
Gerakan ini tidak mungkin seluruh dunia ini sama dan selaras pemahamannya. Hal ini dikarenakan cara pandang individu atau kelompok yang sangat majemuk dan kompleks dalam memahami sesuatu. Perkembangan dan keadaan zaman membuat dua pedoman hidup dinul islam, Al-Qur’an dan Hadits mengalami perubahan dalam menafsirkannya. Dikarenakan timbul penafsiran yang berbeda-beda sehingga memunculkan beberapa para penafsir yang sangat kompleks. Kemajemukan pemahaman ini yang kemudian para penafsir itu menyebarluaskan argumennya kepada masyarakat yang semakin lama semakin besar dan membentuk suatu komunitas yang disebut gerakan pembaharu.
Di indonesia, gerakan pembaharu bermacam-macam. Namun yang paling termasyhur dan terkenal hanya ada dua: NU dan Muhammadiyah. Antara keduanya memiliki visi, misi, cara pandang dan tujuan yang berbeda satu sama lain. Walaupun begitu, mereka tidak bertentangan dengan landasan pokok atau syari’at agama islam. Dengan adanya gerakan pembaharu tersebut, ciri dan kemajemukan Indonesia akan ke-bhineka tunggal ika-nya sungguh terasa di masyarakat dan menjadi pengoreksian atas tafsiran-tafsiran agama islam dan menjadikan ke depan lebih baik.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana sejarah berdirinya organisasi Muhammadiyah, NU, dan kelompok Harakah?
2) Apa saja bentuk pemikiran-pemikiran masing-masing organisasi tersebut?
3) Apa tujuan dari organisasi-organisasi yang di jelaskan dalam makalah ini?
1.3. TUJUAN
1) Mendeskripsikan bagaimana sejarah berdirinya organisasi Muhammadiyah, NU, dan kelompok Harakah.
2) Menjelaskan bentuk pemikiran-pemikiran dari masing-masing organisasi tersebut.
3) Agar mahasiswa mampu memahami tujuan pemahaman dari organisasi-organisasi tersebut.
B A B II
PEMBAHASAN
2.1. ORGANISASI MUHAMMADIYAH
2.1.1. SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Masehi. Organisasi ini didirian oleh KH Ahmad Dahlan dan merupakan salah satu organisasi islam yang tertua. Muhammadiyah bersama Nahdlatul Ulama (NU) sering disebut sebagai dua pilar atau sayap islam di Nusantara.
Nama kecil KH Muhammad Dahlan ialah Muhammad Darwis. Semasa kecilnya, Muhammad Darwis tak pernah pergi ke sekolah. Ayah Darwis sendirilah yang mendidiknya, seperti mengaji sebelum mengirimkannya ke ulama lain untuk memperdalam agamanya. Kemudian ia menuntut ilmu di Mekkah dan melaksanakan ibadah haji pada tahun 1890 saat ia berusia 22 tahun. Setelah melaksanakan haji, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Beliau pernah berguru selama 2 tahun kepada Syekh Ahmad Chatib, ulama kelahiran Bukittinggi yang berkedudukan di Masjid Al-Haram sebagai imam mazhab Syafii. Beliau juga diperkenalkan kepada Hasyim Asy’ari, yang kelak menjadi pendiri NU.
Sekembalinya dari Mekkah, beliau mulai mempraktekkan ilmu falak (astronomi) di Yogya. Hal yang pertama yang beliau coba ialah mengenai arah kiblat shalat. Saat itu, di Indonesia orang melakukan shalat persis menghadap ke barat. Padahal, menurut perhitungan Dahlan, seharusnya agak ke utara sedikit. Ketika beliau mencoba membuat garis shaf baru di masjid Kesultanan Yogyakarta, penghulu masjid menjadi murka. Penghulu tersebut bersama anak buahnya berniat merusak surau Dahlan. Karena peristiwa itu, Dahlan berniat hijrah dari Yogya, namun Kyai Shaleh, kakak iparnya mengurungkan niatnya. Kemudian Dahlan menyebarkan fatwa-fatwanya tersebut sambil berdagang.
Tahun 1909 beliau masuk ke Budi Utomo. Mengingat anggota Budi Utomo umumnya akan bekerja di pemerintahan, beliau berharap dapat mengajarkan agamanya di sekolah-sekolah pemerintah. Harapan tersebut disambut mantap oleh kalangan Budi Utomo karena ajaran Dahlan membuat islam terasa selaras dengan cara berfikir anggota perkumpulan itu.
Pada suatu saat, mereka menganjurkan agar Dahlan membentuk organisasi bagi penyebaran pahamnya. Alhasil, pada tanggal 18 Nopember 1912, Muhammadiyah resmi berdiri. Ada dua tujuan berdirinya Muhammadiyah ini:
a. Menyebarkan pengajaran Kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di dalam regentie Djogjakarta.
b. Memajukan hal agama islam kepada anggota-anggotanya.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah terus saja membangun sekolah, masjid, poliklinik, dan kegiatan sosial lainnya. Muhammadiyah memang sudah menjadi kultur, bukan lagi organisasi. Seperti yang dikatakan oleh Taufik Abdullah, organisasi pembawa tradisi pembaruan Islam di Indonesia.
2.1.2. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Muhammadiyah yang merupakan sebuah gerakan sosial keagamaan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini tak lepas dari gerakan pembaharuan dan suatu fenomena modern pada saat ini. Ciri kemodernan ini, menurut Dr. M. Amien Rais, ada tiga hal pokok:
a. Bentuk gerakannya yang terorganisasi.
b. Aktivitas pendidikannya yang mengacu pada model sekolah modern untuk ukuran zamannya.
c. Pendekatan teknologis yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya.
Kendatipun Muhammadiyah lahir sebagai suatu perwujudan dari suatu proses pemikiran yang mendalam, tetapi yang diberikan Muhammadiyah kepada masyarakat bukanlah dalam bentuk gerakan pemikiran semata-mata, akan terapi diaplikasikan berupa amal nyata di tengah-tengah masyarakat.
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakannya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang, yaitu perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan, antara lain kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da'wah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah "Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
2.2. ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
2.2.1. SEJARAH BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 oleh KH Hasyim Asy’ari dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Tujuan didirikannya NU adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memper-juangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kese-pakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
2.2.2. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu anggota, pendukung atau simpatisan dan Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Karena sampai hari ini tidak ada upaya serius di tumbuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Dari segi pendukung atau simpatisan ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, ini bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yiatu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari (Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009) memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Sedangkan jumlah Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU. Mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Perkembangan terakhir pengikut NU mempunyai profesi beragam yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Hanya saja para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.
Usaha-usaha yang dilakukan organisasi NU antara lain:
1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan merahil 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52
B A B III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dengan membahas semua ini, penulis berharap pembaca mampu memahami semua aspek-aspek dari beberapa organisasi-organisasi yang telah di jabarkan di atas. Sudah selayaknya kita mengetahui organisasi ini jauh lebih dalam hingga ke akar-akarnya,terutama sejarah berdirinya dan beberapa pemikiran-pemikiran yang mereka cetuskan.
Organisasi-organisasi ini membangun Indonesia agar lebih maju dalam bidang ilmu pengetahuan. Organisasi yang sudah kita ketahui di pembahasan tadi mempunyai pemikiran dan tujuan yang sama, hanya saja beberapa aspek sosial, politik dan budaya yang sedikit berbeda. Seperti Muhammadiyah yang tujuan utamanya adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
3.2. SARAN
Walapun makalah ini telah di uasahakn penyusunuannya secermat mungkin, namun tidak tertutup kemungkinan masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi penjelasan ataupun penulisannya. Oeh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik yang sifatnya konstruktif serta koreksi dari pembaca yang budiman. Dan semoga makalah ini bisa membawa kemanfaatan.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, M. Rusli. 1986. Muhammadiyah Dalam Kritik dan Komentar. Jakarta: Rajawali.
Nashir, Haedar. 2000. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: BIGRAF Publising.
Rais, Amien. 1995. Intelektualisme Muhammadiyah. Bandung: Mizan.
Hasyim, Umr. 1990. Muhammadiyah Jalan Lurus. Surabaya: Bina Ilmu.
Kepribadian Muhammadiyah. Dikutip dari situs www.muhammadiyah.or.id.
Muhammadiyah. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/muhammadiyah.
Nahdlatul ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.