Sabtu, 17 Agustus 2013

Emansipasi Wanita Era Modern


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Emansipasi ialah pembebasan dari perbudakan, persamaan hak dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dan berbicara aemansipasi wanita, maka pasti membicarakan Kartini, seorang wanita priyayi Jawa yang memiliki pemikiran maju di masanya yang kemudian diangkat namanya menjadi penggerak emansipasi wanita Indonesia. Berkat surat-surat korespondennya pada sahabat Belandanya yang kemudian diangkat menjadi sebuah buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Jadi bila disimpulkan arti emansipasi dan apa yang dimaksudkan oleh Kartini adalah agar wanita mendapatkan hak untukmemperoleh pendidikan seluas-luasnya, setinggi-tingginya. Agar wanita juga diakui kecerdasannya dan diberi kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya dan agar wanita tidak merendahkan dan direndahkan derajatnya di mata Pria.


Memaknai refleksi kelahiran RA Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April sebagai tokoh nasional yang dikenal sangat getol memperjuangkan gerakan emansipasi wanita di Indonesia, sepintas lalu merupakan dogma yang nyaris tanpa kritik sejak memoar beliau tertuang dengan tinta emas dalam lembaran sejarah kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya wanita, pria bahkan waria pun sampai detik ini meyakini derap kemajuan emansipasi wanita Indonesia dicapai berkat gerakan emansipasi yang dipelopori RA Kartini.

Kita memang tidak dapat menerima dengan argumentasi apapun segala bentuk ketidakadilan dan diskriminasi. Apalagi praktik pelecehan, peremehan dan penganiayaan hak kelompok masyarakat rentan seperti kaum perempuan. Bahkan kita harus menghilangkan, jika perlu melakukan upaya pro justicia kepada siapa pun yang mencoba melanggar hak serta merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan sebagaimana konon dialami Kartini dimasa perjuangannya. Terlebih disaat kita di kekinian telah memiliki konstitusi baru dan sejumlah paket peraturan perundang-undangan yang telah menjamin pemenuhan HAM dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Sebaliknya kita pun tentu setuju jika eksistensi HAM ditempatkan dalam khasanah Indonesia di kekinian sebagaimana pula perlunya image Kartini sebagai tokoh pejuang emansipasi wanita Indonesia untuk diposisikan secara proporsional, objektif dan multi dimensional. Ini penting karena opini public yang terbangun dalam memahami aspek perjuangan kemajuan kaum wanita di Indonesia, tampaknya cenderung didominasi kalau bukan identik dengan sosok perjuangan Kartini.
Betapa tidak karena hampir semua referensi tentang gerakan emansipasi wanita di nusantara, tidak pernah luput pengkajiannya dengan sosok Kartini. Tragisnya karena paradigma gerakan emansipasi wanita di Indonesia terbangun dalam proses dialektika dan rivalitas yang menempatkan pria dan wanita sebagai kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Tak ayal lagi gendereng perlawanan kaum wanita atas dominasi pria pun ditabuh dengan konstalasi issue patriarkhi dan konstruksi sosial yang bias gender.
Dengan tidak mengurangi penghargaan dan penghormatan terhadap sosok Kartini maupun setiap perjuangan menentang ketidakadilan dan diskriminasi, namun tiga hal yang menggugat dibalik kepeloporan Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Tiga hal dimaksud meliputi :
  1. Seberapa jauh kebenaran deskripsi tentang R.A Kartini sebagai pencetus gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Apakah profile Kartini dalam sejarah perjuangan Indonesia, benar-benar merupakan deskripsi keberadaan Indonesia, menurut kronologis fakta sejarah.?
  2. Seberapa tinggi tingkat urgensi kepeloporan Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia?
  3. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Kartini lahir di Jepara tanggal 21 April 1879 dan wafat pada tanggal 17 September 1904. Dalam berbagai manuskrip tentang Kartini antara lain dikisahkan tentang idenya untuk membebaskan kaumnya dari belenggu tradisi dan konstruksi sosial yang sangat melecehkan serta merendahkan martabat perempuan pada masanya. Sejak itulah konon merebak pemahaman yang memicu gerakan emansipasi wanita di Nusantara, yang kemudian menjelma menjadi Negara Republik Indonesia seperti sekarang ini.
Jika emansipasi dikonstruksikan sebagai konsep penyetaraan hak dan kedudukan antara pria dan wanita untuk berperan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, maka sesungguhnya hal seperti itu sudah terjadi dan melembaga jauh sebelum era Kartini. Kita tentu masih ingat kalau Majapahit sebagai kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh kawasan Asia Tenggara hingga ke Formosa dibagian utara dan Madagaskar di barat, ternyata dalam silsilah kerajaan Majapahit pernah diperintah 2 dua perempuan masing-masing “Tribhuwanatunggadewi (1328-1350) M”. dan Kusuma Wardhani (1389-1429) M.
Catatan sejarah yang lebih tua dari Majapahit dikenal pula sosok perempuan sebagai panutan yang sangat dihormati yaitu Fatimah Binti Maimun. Nama tokoh ini ditemukan dalam prasasti makam yang terletak di Leran (dekat Gresik) dalam prasasti tersebut selain nama, juga keterangan wafat yaitu tahun 1028 M
Bukan hanya itu dalam catatan sejarah yang lebih tua lagi dari semua yang dikemukakan di atas, dikenal juga wanita kesohor dari kerajaan Kalingga (Holing/Keling), masa keemasan kerajaan ini justru berpuncak ketika “Ratu Sima” berkuasa yang diperkirakan berlangsung pada abad VII M. Dalam masa itu menurut sejarah, rakyat sungguh-sungguh sangat merasakan nuansa kemakmuran dan keadilan. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah seberapa jauh bentuk-bentuk kebebasan dalam emansipasi agar tidak menyimpang jauh dari koridor-koridor yang seharusnya tidak menjadi hak seorang wanita juga mau diperjuangkan dengan mengatasnamakan emansipasi.
Adapaun kebebasan dalam emansipasi yaitu kebebasan dari perbudakan, persamaaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, misal : persamaan hak, seperti kaum wanita dengan kaum pria. Di zaman modern seperti sekarang ini banyak kaum wanita menganggap bahwa emansipasi menunjukkan tidak ada lagi diferensiasi antara kaum wanita dengan kaum pria dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. 
    
 Masalah inilah yang timbul dan saat ini menjadi kendala besar untuk meningkatkan martabat kaum wanita, padahal menurut ilmu histories, pelopor emansipasi kaum wanita R.A Kartini menguraikan bahwa emansipasi bertujuan untuk membebaskan kaum wanita dari perbudakan dan keterbelakangan, misal pada waktu dijajah pada pada waktu dijajah oleh bangsa Belanda kaum wanita tidak diperbolehkan untuk sekolah seperti kaum pria, kaum wanita pada waktu itu hanya dijadikan budak penjajah dan mengurusi semua keperluan dapur. Maka dari itu emansipasi dijadikan sebagai tonggak baru untuk mengangkat dan memajukan derajat kaum wanita dan untuk bias mewujudkannya beliau mendirikan sebuah sekolah yang khusus untuk kaum wanita.
Semenjak terdapat sekolah untuk kaum wanita yang didirikan R.A Kartini, banyak putri bangsa ini yang mampu meningkatkan martabat kaum wanita dengan kepandaian dan keuletannya dalam berbagai bidang. Terbukti di zaman modern sekarang ini yang sudah merdeka, banyak anak- anak sekolah yang berprestrasi bahkan sebagian besar prestasi banyak diraih oleh kaum wanita.
      Tetapi dengan adanya prestasi-prestasi itulah kaum wanita sekarang merasa bisa menandingi kemampuan dan berbagai kegiatan yang dimiliki kaum pria, misalkan saja dalam hal pacaran seorang wanita tidak malu untuk menyatakan perasaannya kepada kaum pria dan juga dalam hal kegiatan olahraga, seni, dan lain sebagainya. Jika terdapat sebuah kejadian, biasanya akan mengatakan bahwa ini adalah zamannya emansipasi, jadi harus menyamakan dengan kaum pria. Tetapi itu merupakan sebuah kesalahan, kita pasti sudah tahu bahwa kodrat kaum wanita pasti dibawahnya kaum pria dan bila kaum wanita di atas kaum pria itu tidak akan terjadi bahkan itu bisa menjatuhkan kehormatan dan martabat kaum wanita itu sendiri di mata masyarakat.